Sejarah Berdiri
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), adalah sebuah
partai politik di Indonesia. Partai ini didirikan di Jakarta pada tanggal 23
Juli 1998 (29 Rabi'ul Awal 1419 Hijriyah) yang dideklarasikan oleh para
kiai-kiai Nahdlatul Ulama, seperti Munasir Ali, Ilyas Ruchiyat, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), A. Mustofa Bisri, dan A. Muhith Muzadi.
Kisah pendirian PKB dimulai pada 11 Mei 1998. Ketika
para kyai sesepuh di Langitan mengadakan pertemuan. Mereka membicarakan situasi
terakhir yang menuntut perlu diadakan perubahan untuk menyelamatkan bangsa ini
dari kehancuran. Saat itu para kyai membuat surat resmi kepada Pak Harto yang
isinya meminta agar beliau turun atau lengser dari jabatan presiden. Pertemuan
itu mengutus Kyai Muchid Muzadi dari Jember dan Gus Yusuf Muhammad menghadap
Pak Harto untuk menyampaikan surat itu.
Pada tanggal 30 Mei 1998, diadakan istighosah akbar
di Jawa Timur. Lalu semua kyai berkumpul di kantor PWNU Jatim. Para kyai itu
mendesak KH Cholil Bisri supaya menggagas dan membidani pendirian partai bagi
wadah aspirasi politik NU.
Kemudian pada tanggal 6 Juni 1998, KH Cholil Bisri
mengundang 20 kyai untuk membicarakan hal tersebut. Undangan hanya lewat
telepon. Tetapi pada hari H-nya yang datang lebih 200 kyai. Sehingga rumahnya
di Rembang sebagai tempat pertemuan penuh. Dalam pertemuan itu terbentuklah
sebuah panitia yang disebut dengan Tim “Lajnah” yang terdiri dari 11 orang.
Pada tanggal 18 Juni 1998 panitia mengadakan pertemuan
dengan PBNU. Dilanjutkan audiensi dengan tokoh-tokoh politik (NU) yang ada di
Golkar, PDI dan PPP. Panitia menawarkan untuk bergabung, tanpa paksaan. PBNU
sendiri menolak pendirian partai. Setelah itu pada tanggal 4 Juli 1998, Tim
‘Lajnah’ beserta Tim dari NU mengadakan semacam konferensi besar di Bandung
dengan mengundang seluruh PW NU se-Indonesia yang dihadiri oleh 27 perwakilan.
Hari itu diputuskan nama partai. Usulan nama adalah
Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Kebangitan Ummat dan Partai Nahdlatul Ummat.
Akhirnya hasil musyawarah memilih nama PKB (Partai Kebangkitan Bangsa). Lalu
ditentukan siapa-siapa yang menjadi deklarator partai. Disepakati 72
deklarator, sesuai dengan usia NU ketika itu. Jumlah itu terdiri dari Tim
Lajenah (11), Tim Asistensi Lajenah (14), Tim NU (5), Tim Asistensi NU (7),
Perwakilan Wilayah (27 x 2), Ketua–ketua Event Organisasi NU, tokoh-tokoh
Pesantren dan tokoh-tokoh masyarakat. Semua deklarator membubuhkan tandatangan
dilengkapi naskah deklarasi. Lalu diserahkan ke PBNU untuk mencari pemimpin
partai ini.
Kelima orang itu yakni Kyai Munasir Allahilham,
Kyai Eliyas Ruhyat, Kyai Muchid Muzadi dan KH. A. Mustofa Bisri dan ditambah
Abddurahman Wahid sebagai ketua PBNU. Nama 72 deklarator dari Tim Lajnah itu
dihapus oleh semua oleh PBNU.
Dalam menyikapi usulan yang masuk dari masyarakat
Nahdliyin, PBNU menanggapinya secara hati-hati. Hal ini didasarkan pada adanya
kenyataan bahwa hasil Muktamar NU ke-27 di Situbondo yang menetapkan bahwa
secara organisatoris NU tidak terkait dengan partai politik manapun dan tidak
melakukan kegiatan politik praktis. Namun demikian, sikap yang ditunjukan PBNU
belum memuaskan keinginan warga Nahdlatul Ulama' .